Teuku Umar
Nama Lengkap : Teuku Umar
Lahir : Tahun
1854, Meulaboh, Aceh
Meninggal : 11
Februari 1899, Meulaboh, Aceh
Agama : Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
TEUKU Umar di lahirkan di
Meulaboh Kabupaten Aceh barat pada 1854, di Gampong Masjid (sekarang Gampong
Belakang), Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh
Barat. Ayahnya bernama Teuku Ahmad Mahmud dan ibunya Tjut Mohani. Dari pasangan
ini di karunia tiga orang anak yang menjadi saudara kandungnya yaitu 1.Teuku Musa,
2. Tjut Intan dan 3, Teuku Mansur.
Teuku Umar masa kecilnya
dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka berkelahi dengan
teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah
dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan
pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat,
cerdas , dan pemberani. Ketika beranjak dewasa pada 1873 meletus perang
Aceh Teuku Umar baru berumur 19 tahun dan beliau ikut serta berjuang
bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya. Mulanya ia berjuang di kampungnya
sendiri, kemudian dilanjutkan ke Aceh Barat. Pada umur yang masih muda ini,
Teuku Umar sudah diangkat sebagai keuchik gampong (kepala desa) di daerah Daya
Meulaboh.
Setahun kemudian pada
umurnya 20 tahun Teuku Umar melepas masa lajangnya dan menikah dengan Nyak
Sofiah yang merupakan Isteri Pertamanya anak Uleebalang Glumpang,
kemudian Teuku Umar menikah lagi dengan Nyak Mahligai putri Panglima Sagi
XXV Mukim.
Pada tahun 1880, Teuku Umar
menikah lagi yang ke 3 kalinya dengan Cut Nyak Dhien anak dari Teuku Nanta
Setia yang merupakan saudara ayahnya, ketika itu Cut Nyak Dhien sudah menjanda
selama 2 tahun karena suaminya yang pertama ini bernama Teuku Ibrahim
Lamnga meninggal atau gugur dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun
pada Juni 1878.
Beberapa sumber menyebutkan
bahwa Teuku Umar sudah memanggul senjata dan bertempur
melawan Belanda sejak usia 19 tahun, ketika dimulainya agresi Belanda pertama
pada 1873. Teuku Umar seorang yang sangat paham dengan kejiwaan
orang Aceh, Beliau mampu menarik pengikutnya dengan sifat dermawan dan riang
gembira, dan mampu memperoleh kerjasama mereka dengan mengobarkan perang sabil.
Jabatan yang pernah
disandang Teuku Umar antara lain: Pada 1887, Teuku Umar pernah
menjabat Keuchik Gampong Darat (sekarang Kecamatan Johan Pahlawan) sekaligus
menjadi Panglima Pertahanan Rakyat saat Belanda menyerang Meulaboh pada
1878 bersama dengan Teuku Tjik Abdurahman, putra mahkota Teuku Tjik Ali,
uleebalang Meulaboh. Pada 1889, ia diangkat oleh Sultan Aceh sebagai
Laksamana/Amirul Bahar atau Panglima Laot untuk Aceh bagian Barat. Ia aktif
membantu keuangan Sultan, Teungku Tjik Ditiro dan Panglima Polem lewat uang
sabil yang dikirim secara teratur
Teuku Umar sempat berdamai
dengan Belanda tahun 1883. Namun satu tahun kemudian perang kembali tersulut di
antara keduanya. 9 tahun kemudian tepatnya 1893, Teuku Umar mulai menemukan
cara untuk mengalahkan Belanda dari ‘dalam’. Ia lantas berpura-pura menjadi
antek Belanda. Aksi ini sampai membuat Cut Nyak Dien marah besar karena bingung
dan malu.
Atas jasanya menundukkan
beberapa pos pertahanan di Aceh, Teuku Umar mendapat kepercayaan Belanda. Ia
lalu diberi gelar Johan Pahlawan dan diberi kebebasan untuk membentuk pasukan
sendiri berjumlah 250 orang tentara dengan senjata lengkap dari Belanda. Pihak
Belanda tidak tahu, kalau itu hanya akal-akalan Teuku Umar semata yang telah
berkolaborasi dengan para pejuang Aceh sebelumnya. Tak lama kemudian, Teuku
Umar malah diberi lagi tambahan 120 prajurit dan 17 panglima termasuk Pangleot
sebagai tangan kanannya.
30 Maret 1896, Teuku Umar
keluar dari dinas militer Belanda. Di sinilah ia kemudian melancarkan serangan
berdasarkan siasat dan strategi perang miliknya. Bersama pasukan yang sudah
dilengkapi 800 pucuk senjata, 25.000 peluru, 500 kg amunisi dan uang 18 ribu
dolar, Teuku Umar yang dibantu Teuku Panglima Polem Muhammad Daud dan 400 orang
pengikutnya membantai Belanda. Tercatat, ada 25 orang tewas dan 190 luka-luka
dari pihak Belanda.
Gubuernur Deykerhof sebagai
pengganti Gubernur Ban Teijn yang telah memberi kepercayaan kepada Teuku Umar
selama ini merasa sakit hati karena telah dikhianati Teuku Umar. Ia lantas
memerintahkan Van Heutsz bersama pasukan besarnya untuk menangkap Teuku Umar.
Serangan mendadak ke daerah Meulaboh itulah yang merenggut nyawa Teuku Umar. Ia
ditembak dan gugur di medan perang, tepatnya di Kampung Mugo, pada 10 Februari
1899.
Lebih dari 70 tahun
kemudian, pemerintah Indonesia menganugerahi Teuku Umar sebagai pahlawan
nasional lewat SK Presiden No. 087/TK/1973 tanggal 6 November 1973. Nama
pahlawan pemberani ini juga dijadikan nama jalan di kota-kota besar.